Kamis, 02 April 2009

Dendeng Sapi Tapi Mengandung Babi

SELURUH konsumen diimbau untuk berhati-hati dalam memilih makanan. Jika salah, akibat fatal pun akan dirasakannya. Seperti yang tengah gencar saat ini, yakni banyak beredar dendeng sapi berbahan daging babi. Dendeng seperti itu tidak hanya diperjual-belikan di pasar tradisional, namun di pasar-pasar modern juga. Selektivitas konsumen menjadi harga mati.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan beredarnya dendeng babi jika dalam kemasan dijelaskan secara terbuka. Yang jadi masalah adalah sang produsen tidak menyertakan bahan baku dalam label dendeng sehingga konsumen sukar untuk membedakan mana dendeng sapi asli, dan mana dendeng babi.

Bagi sebagain konsumen di tanah air, memakan daging babi bukan masalah. Halal hukumnya, kecuali bagi muslim. Namun itu tadi, yang jadi masalah adalah ketidaktransparan dari produsen.

Bukan hanya bahan baku sebetulnya yang jadi masalah dalam makanan bernama dendeng ini. Ketiadaan pencantuman batas tanggal kedaluarsa juga menjadi hal penting. Logikanya, bagaimana mungkin konsumen harus memakan makanan basi. Penyakit tentu yang akan diperolehnya.

Soal makanan kedaluarsa, saya jadi teringat rekan satu kos. Dia keracunan selama berhari-hari setelah meminum minuman dalam kemasan yang sudah kedaluarsa dua bulan lalu. Bagaimana bisa????? Bisa saja, karena kedau belah pihak, konsuemn dan penjual tidak berhati-hati.

Pertama, penjual dengan bebasnya menjajakan minuman tersebut meski dalam kemasannya tertulis exp: 0109 (batas minumnya pada Januari 2009). Lebih parah lagi, minuman tersebut disimpan dalam lemari pendingin pada baris paling depan. Apakah ini bukan bentuk ketidakhati-hatian? Mestinya penjual memeriksa minuman tersebut dan "menyingkirkan" dari peredaran.

Jangan lagi mikir untung-rugi secara ekonomi. Justru jika dijual, kerugianlah yang akan didapat, bukannya keuntungan yang diharapkan. Dikatakan rugi karena telah membuat orang lain sakit. Dalam agama tentu dosalah bagi si penjual.

Kedua, si pembeli juga tidak hati-hati karena dia tidak teliti sebelum membeli. Bukankah ketika membuka lemari pendingin, dia masih bisa melihat labelnya. Apakah masih dalam kondisi baik, masih layak konsumsi atau tidak, karena biasanya minuman kemasan meski tanggal kedaluarsanya masih jauh tapi kalau kemasan rusak, minuman juga kemungkinan besar ikut rusak. Artinya, tidak bisa dikonsumsi lagi.

Selain melihat kondisi kemasan, yang penting adalah melihat batas kedaluarsanya. Dan itu yang tidak dilakukan rekan satu kosku. Begitu juga saat hendak diminum, dia tidak melihat kembali label kedaluarsa. Padahal, tanggal tersebut jelas dipasang di dekat bolongan untuk sedotan. Baru setelah merasa mual dan muntah dia bertanya-tanya, apa penyebabnya.

Setelah diperiksa kembali, ternayat minuman itulah yang menjadi peyebabnya.

Mual dan muntah yang disertai pusing adalah tanda-tanda seseorang keracunan. Parahnya lagi, rekanku itu sampai berhari-hari mengalami hal itu, walau sudah diperiksakan ke dokter.

Itu adalah sebuah pelajaran bagi kita semua. Mulai detik ini mari kita, semua konsumen untuk lebih berhati-hati terhadap apapun yang akan kita konsumsi. Bukan saja makanan, minuman, tapi barang lain juga. Jangan sampai merugikan kita semua.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar