Selasa, 21 Juli 2009

Pulang Kilat

ATAS dasar ingin menghadiri walimatul ursy' seorang klawan lama, Sabtu (18/7) lalu saya memutuskan untuk tidak masuk kerja. Saya memilih pulang dan menghadiri acara yang digelar di Kota Pangkal Perjuangan itu.

Seperti halnya saat saya hendak pulang kampung, saya meminta my boy'sfriend untuk menjemput. Bukan apa-apa, supaya lebih irit ongkos saja. Kan lumayan selisihnya antara naik kendaraan umum dengan motor sendiri. Jauh lebih hematlah.

Sehari sebelum hari H acara, dia pun datang menjemput. Kali ini tiba pagi dan langsung saya jemput di terminal biasa. Karena hari itu saya mesti kerja (karena pengganti hari libur), saya pun ajak dia untuk liputan. Berkeliling ke sejumah tempat, mencari bahan berita untuk diinformasikan ke khalayak publik.

Disdik Kota Bandung, kampus SMA Muslimin dan kembali lagi ke Disdik Kota, begitulah kira-kira liputan saya hari itu. Walau sedikit, tetap saja lumayan cape juga (Huehehe....) Menjelang sore, saya pun mendatangi gedung rektorat ITB, karena kebetulan hari itu ada jadwal sidang untuk para mahasiswa yang tersangkut perjokian di Makassar.

Sekitar empat jam saya "menghadiri" sidang tersebut, dan hasilnya? Cukup banyak info baru meski hanya dari petinggi ITB. Dari mahasiswa? Tentu saya tidak dapat keterangan apapun. Mereka lebih memilih tutup mulut dan menghindari wartawan.

Awal-awal sih ada beberapa yang bisa diajak bicara para wartawan. Keteranagnnya pun cukup bisa masuk logika. Namun sayang setelah bergeser beberapa puluh menit, saya beranggapan keterangan para mahasiswa itu "kurang benar".

Kok bisa? Jelas saja, banyak di antara rekan-rekan mahasiswa lain menyarankan agar temannya tidak bercerita panjang-lebar kepada siapapun, termasuk wartawan yang sedari tadi menggali informasi dengan cara mengajak ngobrol mereka. Apalagi setelah tahu sattus kami adalah wartawan.

Seperti saat rekan saya mengajak satu di antara mereka ngobrol, tiba-tiba rekan-rekan yang lainnya pada keberatan. Terlihat dari omongan mereka dan juga tingkah mereka yang langsung menelepon rekannya itu.

"Apa kamu hah? Jangan banyak bicaralah, mereka itu satu kelompok (wartawan)," ucapnya berbisik lewat telepon seluler.

Saya yang mendengar hanya tertawa kecil. Geli melihat tingkah mereka. Ternyata bukan hanya pejabat yang terseret satu kasus yang enggan memberikan keterangan, mahasiswa juga sama.
*

Dua berita sudah cukup untuk saya kembali ke kantor. Apalagi jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.30 dan sudah cukup petang untuk saya mengetik berita tersebut. Dua berita pun selesai saya ketik, dan ya seperti biasa, saya langsung balik kanan menuju rumah kosku.

Masih bersama my boy'sfriend yang sedari tadi pagi setia menemani saya liputan, ditambah menunggu selesai ngetik di kantor saya pun langsung bergegas pulang. Kali ini bukan ke rumah (di Subang) seperti yang semula direncanakan. Kami lebih memilih pulang Sabtu pagi karena memang seharian itu kami merasa cape dan perlu istirahat cukup, apalagi udara malam di musim kemarau sangat dingin.

Sabtu pagi yang cerah, kamipun pergi ke arah Bandung Utara. Melewati Jalan Setiabudhi kemudian nyambung ke Lembang, dan mulai memasuki kawasan Tangkubanperahu. Dari daerah itu, Kabupaten Subang pun sudah bisa mulai dijajaki.

Karena tujuan saya adalah Kota Pangkal Perjuangan, saya belokkan kendali sepeda motor ke arah Wanayasa melalui Jalancagak-Sagalaherang. Menyyusuri jalan berbukit dilengkapi pemandangan sawah dan kebun teh serta sawit yang baru setinggi 80 sentimeter sungguh membuat hati saya terasa beda.

Jelas saja beda karena selama di Bandung, saya tak pernah melihat dan merasakan yang seperti itu. Yang ada, macet, macet dan macet saja. Sampai kadang untuk bisa sampai kosan di Jalan Kiaracondong dari kantor di Jalan Malabar pun harus menghabiskan waktu berjam-jam hanya karena terkena macet.

Sekitar tiga jam saya habiskan waktu untuk bisa sampai di tempat tujuan, di Kota Pangkal Perjuangan. Beruntung saya masih ingat letak rumah kawan saya yang menggelar walimatul ursy' itu. Padahal cukup lama juga saya tak menginjakkan kaki di rumah tersebut, setelah resmi pindah kerja ke Subang pada akhir 2007 lalu.

Bersalaman sambil memberikan do'a kepada mempelai, saya pun langsung bergegas pulang. Maklum saya sudah cukup cape selama seharian itu, dan akibat terlalu lama duduk di atas motor, (maaf) pantat saya pun terasa pegal dan panas banget.

Hanya butuh waktu dua jam untuk bisa sampai di rumah. Tepatnya rumah calon mertuaku (Heks...). Terik matahari siang di daerah pantura cukup membuat kulit saya terasa terbakar. Bisa istirahat di rumah dengan tenang adalah anugerah luar biasa bagiku di hari menjelang sore itu.

Memang perjalanan pulang saya cukup singkat. Hanya menghadiri kawan yang menikah, kemudian istirahat di rumah dan besok pagi sudah kembali ke Bandung. Tentu saja keinginan untuk bisa berlama-lama berkumpul dengan mereak (Orang-orang terkasih yang terus menyayangi saya) cukuplah besar, namun karena teringat akan tugas yang menanti saya memilih untuk kembali ke Kota Kembang lebih cepat.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar