Selasa, 25 Agustus 2009

Belum Bisa Tahan Emosi

SUDAH semestinya bulan yang suci ini dijadikan momentum untuk introspeksi diri. Menilai apa yang sudah dan belum dilakukan sepanjang satu tahun ini atau bahkan mungkin sepanjang kita dilahirkan ke dunia.

Namun itu semua rasa-rasanya belum bisa saya penuhi dengan baik. Untuk hal kecil saja misalnya, belum bisa melakukannya dengan baik. Jujur saja, saya belum bisa menahan emosi saat berpuasa. Padahal jauh di dalam lubuk hati saya juga ada semacam ketakutan akan hilangnya nilai puasa yang sudah diniatkan sedari waktu imsak bahkan jauh hari sebelumnya.

"Saya ingin puasa saya tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Jika perlu, mendekati sempurna," niat saya begitu Ramadan akan tiba.

Kenyataannya, ternyata masih jauh sekali. Ada beberapa contoh gara-gara tidak bisa menahan emosi, saya harus bersitegang dengan calon suami saya. Yang paling anyar, beberapa jam lalu. Ketika itu saya lagi sibuk memeriksa halaman koran. Ternyata di saat yang sama handphone berbunyi. SMS masuk.

Saya biarkan saja SMS tersebut, tidak dibalas bahkan dibuka pun tidak. Maklum lagi tanggung memeriksa halaman koran. Selang beberapa waktu, handphone kembali berbunyi. Kali ini panggilan. Tertera di layar, panggilan berasal dari dia. Saya kembali cuekin.

Seusai memeriksa, saya manfaatkan waktu luang untuk shalat Isya. Kebetulan dari tadi belum shalat padahal azan Isya sudah terdengar sekitar dua jam sebelumnya. Setelah shalat itulah saya coba kontak calon suami. Berharap bisa ngobrol panjang-lebar.

Oo ternyata reaksinya lain. Dia kesel dan perbincangan kami pun tidak hangat. Saya pun bicara dengan nada sedikit tinggi dan dia tidak menerima. Tanpa disangka, ternyata telepon pun terputus. Lebih tepatnya sih diputus. Dia yang memutuskan, karena mungkin sangat jengkel dan dongkol bicara dengan saya.

Kejadian itu membuat saya termenung sejenak dan berpikir, "Sok banget dia? Emang yang saya pikirkan cuma dia seorang saja, banyak. Kerjaaan lah, tugaslah dan masih banyak lagi. Dia egois banget..."

Dengan pikiran kacau, saya pun langsung mengirim pesan singkat kepadanya. Isinya tentu saja minta pengertian dia, tapi dengan nada yang tinggi juga. Beruntung dia tidak sama-sama meninggi, dia malah minta maaf dan mencairkan kembali suasana.

Ternyata, saya memang belum bisa menjaga emosi di bulan suci ini. Semestinya saya bisa karena menurut Rasulullah Muhammad SAW pun, jihad yang paling bagus pun adalah menahan hawa nafsu yang mana di dalamnya terdapat menahan emosi.

Ramadan yang masih panjang, diharapkan bisa membuat saya lebih baik. Tentunya bisa menjaga emosi. Amin...

Bandung, 25 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar